Jakarta Sejumlah pengusaha kripto minta pemerintah mengkaji ulang pengenaan pajak kripto. Gayung bersambut, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengaku akan menjalankan reviu atas pemungutan pajaknya.
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Suryo Utomo mengatakan, landasan pengenaan pajak kripto tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68 tahun 2022. Menurutnya, telah ada pembicaraan yang dibangun berdama dengan pelaku usaha.
Ia merinci, ada dua jenis pajak yang dipungut dari transaksi kripto. Yakni, pajak penghasilan (PPh) sebesar 0,1 persen per transaksi. Serta, pajak depo 10k pertambahan nilai (PPN) sebesar 0,11 persen per transaksi.
Ditinjau Ulang
Kendati ada permintaan penelaahan dari pelaku usaha kripto, Suryo membuka kemungkinan untuk menjalankan peninjauan atas besaran pungutan tersebut. Termasuk mengkaji dampak dari pungutan itu kepada volume transaksi kripto.
“Nanti kami akan coba dorong reviu lagi, kira-kira seperti apa, apakah betul sebab pajak yang telah sedemikian rendah berdampak pada transaksi kripto itu sendiri, atau mungkin ada penyebab yang lain dengan transaksi kripto,” jelasnya.
Suryo mengatakan, salah satu yang jadi sorotannya adalah besaran pajak yang dipungut pemerintah ia mengevaluasi, besaran pajak tadi telah hampir berimbang dengan transaksi di bursa saham.
“Jadi nanti kita akan reviu ya kira-kira khususnya untuk besaran, apakah kurang besar hakekatnya ya mungkin pertanyaan selanjutnya. Melainkan seandainya kami lihat sih telah hampir berimbang dengan transaksi di pasar saham,” tegasnya.